March 01, 2010

Jogja Icon: ....ANGKRINGAN........


(Illustrasi: AGKRINGAN LIK MAN di sebelah utara stasiun tugu gowongan yang terkenal dengan sajian KOPI JOSS atau KOPI ARANGnya)


(Illustrasi: Salah satu profil ANGKRINGAN di daerah Pakualaman)


Kali ini saya tidak membahas tentang Icon kota JOGJAKARTA yang bersifat Statue atau personal, mungkin Icon Jogja versi saya adalah dari tinjauan sesuatu yang dikenal dan sudah dirasakan oleh sebagian Indonesianesse yang pernah tinggal/kunjung ke Jogja.
Yaitu: ...ANGKRINGAN (Warung dengan sajian utama Nasi(Sego) Kucing yang legendaris dan fenomenal)

ANGKRINGAN. Satu kata ini memang identik sekali dengan daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Angkringan berasal dari kata angkring atau nangkring yang artinya duduk santai. Nangkring dalam bahasa Jawa berarti duduk dengan posisi nyaman, terkadang dengan mengangkat salah satu kaki ke kursi. Angkringan adalah sebuah warung makanan dan minuman berbentuk gerobak yang ditutup dengan terpal atau tenda plastik. Kira-kira delapan orang pembeli bisa mengisi angkringan, terkecuali apabila ia juga memiliki tikar yang cukup luas untuk menampung pembeli yang lain.
Penjual angkringan, entah mengapa, selalu dipanggil dengan kata “Lik”, kependekan dari paklik (pak cilik) atau paman.

Saya adalah salah seorang penggemar berat angkringan. Meskipun tidaklah sebetah pengangkring sejati yang kuat ngobrol sampai pagi, namun saya merasakan hangatnya suasana persaudaraan di angkringan. Jaman saya kuliah di mBalapan sektar Tahun 1992-1995, hanya dengan bermodalkan seribu rupiah, kita bisa berbagi cerita dan saling menanyakan kondisi masing-masing. Kala itu, nasi kucing (nasi dalam jumlah yang amat sedikit, biasanya dicampur dengan sambal, goreng tempe, atau ikan teri) masih berharga Rp. 250,-. Saya masih ingat, dengan uang Rp.1000 kita bisa makan dua bungkus nasi, satu wedhang teh anget dan dua buah tempe goreng atau baceman ceker ayam.

Angkringan menjadi istimewa karena warga dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Angkringan adalah sebuah sistem paling sederhana yang sebenarnya pantas menjadi model untuk suatu hubungan komunitas sosial, meskipun tidak bisa mencakup semua aspek. Egaliter atau sederajat adalah ciri khas utama warga angkringan. Kami tidak peduli siapa yang datang ke angkringan. Apabila ia sudah datang ke angkringan, ia harus siap berbaur tanpa memakai jabatan apapun, mau dia rakyat kebanyakan, pelajar, mahasiswa, doktor, insinyur, pengacara, haji, atau yang lainnya. Inilah yang membuat warga angkringan menjadi akrab.

Di warung angkringan tersedia berbagai macam menu minuman dan makanan. Untuk menu minuman yang menjadi favorit adalah jahe susu dan kopi joss, yaitu kopi yang dicampur dengan arang yang membara. Untuk makanan nasi kucing menjadi pilihan utama. Bukan itu saja, di angkringan juga tersedia berbagai macam makanan ringan seperti gorengan, sate jeroan, sate ceker ayam dan lain-lain.

Fenomena yang ada saat ini di Yogyakarta yaitu munculnya ribuan angkringan bak jamur di musim hujan. Diperkirakan jumlah angkringan yang ada di Yogyakarta mencapai 2000 an angkringan. Angka yang sangat dahsyat untuk ukuran usaha kuliner. Angka ini mampu melebihi usaha waralaba yang juga menjamur. Dengan banyaknya angkringan ini tentunya juga akan semakin banyak menyerap tenaga kerja. Biasanya pemilik angkringan memperkerjakan 2 sampai 4 orang pembantu. Asumsikan saja setiap angkringan membutuhkan 2 orang tenaga kerja, berarti ada 4000an orang yang terserap dari usaha ini.

Angkringan paling mudah dijumpai di daerah-daerah sekitar kampus. Alasannya jelas, yaitu kehadiran mahasiswa-mahasiswa yang mengundang para pengusaha angkringan untuk membuka usahanya di sekitar kampus. Keuntungan yang diraup tidak main-main, berdasarkan cerita dari seorang pengusaha angkringan penghasilan bersih satu malam saja mampu mencapai 200ribu sampai 500ribuan. Fakta inilah yang membuat orang berbondong-bondong untuk membuka usaha angkringan yang penghasilannya sangat menggiurkan.

Dengan fenomena yang ada sekarang ini, pantaslah angkringan menjadi icon dari kota Yogyakarta. Tentunya dengan fenomena ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal bahkan mancanegara untuk datang ke Yogyakarta. Tentu saja ini dapat dijadikan pendapatan andalan daerah, karena uang yang berputar dari usaha angkringan ini jumlahnya tidak main-main dan yang paling penting mampu menyerap tenaga kerja yang signifikan.

Jangan bilang pernah di/ke JOGJA kalo belum pernah menjajal ANGKRINGAN.......

(Sumber tulisannya saya lupa pemiliknya, mohon maaf sebelumnya n maturnuwun)

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...