March 01, 2010

ANAK BAJANG MENGGIRING ANGIN (Resensi Buku)



Merupakan suatu keberuntungan pada saat saya membeli buku ini di EFFENDI BOOK STORE Kota Banda Aceh Medio 2004 silam. Karena membaca “Anak Bajang Menggiring Angin”, benar-benar mengasyikkan, menggelitik dan membuka pengalaman baru bagi saya di dunia sastra. Kisah Ramayana disajikan dengan kata-kata yang sangat puitis. Cerita dibuka dengan kegagalan Dewi Sukesi dan Begawan Wisrawa dalam menguraikan makna Sastra Jendra (semacam ajian yang konon bila maknanya terurai akan membuat manusia semulia dewa). Kegigihan keduanya terkalahkan oleh hawa nafsu yang mengakibatkan kelahiran Rahwana, raksasa yang kelak menculik Dewi Sinta dari suaminya.

Cerita bergulir terus ke tempat lain di mana Anoman lahir, kehidupan Rama, pernikahan Rama dengan Dewi Sinta, diculiknya Sinta oleh Rahwana, hingga perjuangan Rama dibantu oleh adiknya, Laksmana, dan kera putih yang sakti, Anoman, pergi ke Negeri Alengka untuk menyelamatkan Sinta.
Begitu banyak tokoh yang diceritakan di buku ini. Tidak hanya berkutat pada “Rama dan Sinta”. Belum lagi sisi-sisi tokoh wayang digali lebih dalam, sehingga di balik kemustahilan yang banyak diceritakan pada kisah ini, tergambar pula sisi-sisi kemanusiaan yang membuat sang tokoh menjadi seolah nyata.
Salah satunya adalah tokoh Rama. Dari cerita yang saya dapat dari komik, serial televisi, atau cerita guru di sekolah, Rama digambarkan sebagai ksatria perkasa yang hebat dan memesona. Gambaran umum tentang laki-laki dambaan sejuta perempuan. Namun di buku ini, Rama yang begitu ksatria dapat menjadi begitu cengeng saat kehilangan Dewi Sinta. Dan Rama yang ksatria, juga tidak lepas dari sisi arogan kelaki-lakiannya. Setelah berjuang setengah mati mengalahkan Rahwana dan puluhan ribu bala tentara Alengkanya untuk menyelamatkan Dewi Sinta, dengan teganya dia meminta dewi cantik jelita itu melemparkan diri ke kobaran api dengan alasan yang sungguh kerdil, takut jika Sinta istrinya sudah tidak suci lagi. Padahal Sinta yang selama ini digambarkan begitu lemah, telah berjuang mati-matian menghadapi kebengisan Rahwana untuk mempertahankan kesuciannya.

Tentu saja bukan hanya kisah cinta yang ada di buku ini, dengan membacanya saya seperti mendapat siraman petuah bijak. Adegan di mana Dewi Sukesi berhenti meratapi nasibnya, dan menyadari bahwa kesalahan masa lalunya timbul karena ia tak sanggup untuk menderita, benar-benar memberi saya pengalaman batin yang luar biasa. Kebahagiaan terkadang hanya keindahan yang menipu. Penderitaan merupakan milik kita yang berharga, karena dengan melaluinyalah kebahagiaan sejati dapat diraih.
Kisah Ramayana yang pertama kali digubah oleh Mpu Walmiki ratusan tahun yang lalu telah hadir dengan berbagai macam versi.

Akhir kata Buku ini tak dapat dianggap sebagai sekedar salah satu versi dari kisah Ramayana (Rama Sintha), melainkan sebagai penciptaan kembali kisah tradisional Ramayana ke dalam bentuk sebuah karya sastra dengan gaya bahasanya yang khas, imajinatif simbolik

Catatan:
Nama Buku: ANAK BAJANG MENGGIRING ANGIN
Penulis: SINDHUNATA
Penerbit: PT. GRAMEDIA

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...