February 04, 2012

SOBE SONBAI: Pahlawan Timor melawan Kolonial Belanda

Kalau kita kebetulan sedang dikota Kupang, Ibu kota propinsi NTT dan sedang melewati jalan raya didepan Gereja Kristus Raja dari arah Merdeka menuju Kuanino maka di tengah Boulevard jalanan tersebut berdiri kokoh sesosok Patung Ksatria yang menunggang kuda sambil seolah-olah memberikan komando atau instruksi. Siapakah sosok ksatria gagah tersebut?? Dia adalah Sobe Sonbai, seorang putra Nusantara yang pada masanya gigih melawan tangan-tangan angkuh kolonial Belanda. Simak sejarahnya yang cukup menarik serta heroik (Jogjaicon Prolog).

Patung Sobe Sonbai di depan Gereja Kristus Raja sebagal Landmark Kota Kupang - NTT

Sobe Sonbai III adalah seorang raja Timor yang sangat berpengaruh. Ia berkedudukan sebagai Kaisar (Maharaja) Kerajaan Oenam dengan ibukota Kauniki di kecamatan Fatuleu sekarang.

Ia adalah sau-satunya raja yang sampai akhir hayatnya tidak pernah menandatangani perjanjian takluk kepada Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Oleh karena itu dengan segala cara Belanda berusaha untuk menaklukan Sobe Sonbai III. Hal ini diketahui pula oleh Sobe Sonbai III. Karena itu Sobe Sonbai III bersama seluruh rakyat dan para “Meo” (panglima perang) mulai membangun benteng-benteng pertahanan. Mereka membangun tiga benteng yaitu Benteng Ektob di desa Benu, Benteng Kabun di desa Fatukona dan Benteng Fatusiki didesa Oelnaineno.

Setiap benteng ini dijaga ketat oleh meo-meo dari setiap suku. Meo yang paling terkenal disebut “Meo Naek” atau panglima besar. Meo Naek Sobe Sonbai III bernama Toto Smaut. Perang melawan Belanda dimulai pada bulan September tahun 1905. Perang ini dimulai di desa Bipolo, kecamatan Kupang TImur sekarang. Karena perang ini dikenal dengan perang bipolo hingga sekarang. Perang ini terus berlanjut dari benteng ke benteng sehingga banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak.

Benteng terakhir yang direbut oleh pihak Belanda adalah benteng Fatusiki. Pertempuran di benteng ini berlangsung sengit karena dipimpin langsung oleh Sobe Sonbai III dan Meo Toto Smaut yang gagah perkasa. Tapi karena Pasukan Kolonial Belanda memakai senjata modern maka benteng Fatusiki dapat direbut. Sobe Sonbai III akhirnya ditangkap, lalu dibawa ke kupang dan dibuang ke Waingapu. Setelah mendengar bahwa Sobe Sonbai III ditangkap oleh belanda, maka Toto Smaut menyerah demi kesetiaan pada rajanya.

Toto Smaut dibuang ke Aceh, kemudian dibawa ke Makasar sebagai prajurit Belanda perang Bone. Karena jasanya dalam perang Bone, Toto Smaut dikembalikan ke kupang, dan diangkat menjadi Temukung besar di Fatuoni sampai akhir hidupnya. Untuk memperingati perjuangan Sobe Sonbai III, maka di Kupang didirikan sebuah patung. Patung Sobe Sonbai III ini terletak di salah satu jalan protokol di Kupang yaitu Jalan Urip Sumoharjo di Kelurahan Merdeka.

Adanya patung ini terasa tidak cukup untuk menghargai dan menghormati pengorbanan dan patriotisme perjuangan Sobe Sonbai III bersama para “Meo” dan rakyatnya yang sangat heroik. Sebab kerajaan Sonbai adalah kerajaan Tradisional yang terbesar dipulau Timor pada masa itu. Wilayah kekuasaan kerajaan Sonbai memanjang dari Miomafo di Kabupaten Timor Tengah Utara sekarang sampai Fatuleu di Kabupaten Kupang. Oleh karena itu, kerajaan Sonbai sangat diperhitungkan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Batavia (Jakarta sekarang).

Sebab kerajaan ini merupakan tantangan besar untuk dapat menguasai pulau Timor. Inilah sebabnya pengorbanan dan semangat serta nilai-nilai perjuangan Sobe Sonbai III harus terus dilestarikan dalam dada setiap putra-putri Timor di Nusa Tenggara Timur. Pada umumnya, pengorbanan dan semangat juang seperti ini, kini sangat diperlukan untuk mengisi kemerdekaan yang dipertaruhkan Sobe Sonbai III hingga akhir hayatnya.

Sumber:http://nttprov.go.id/provntt/

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...