February 26, 2011

CANTING ("Arsenal" utama seorang Pembatik)

Canting, sebuah alat membatik yang sudah tidak asing lagi bagi kaum wanita atau siapa saja yang bergelut dengan kegiatan membatik khususnya batik tulis. Sebab alat tersebut wajib hadir ketika seseorang melakukan kegiatan batik tulis. Alat tersebut ibarat pena bagi seorang wartawan atau penulis. Tanpa alat tersebut, jelas, para pembatik tulis tidak bisa bekerja. Modifikasi atau perubahan terhadap bentuk canting tidak diketahui secara persis telah berubah berapa kali, yang jelas bentuk canting yang sering dipakai oleh perajin batik tulis hingga saat ini adalah terdiri dari tembaga di bagian ujung dan kayu atau bambu pada bagian pegangan.


Tembaga yang berada di bagian ujung dibuat cekung di tengah (untuk tempat cairan lilin atau malam), berlubang bagian atas, dan bagian ujung diberi pipa kecil yang berfungsi untuk mengalirkan cairan lilin atau malam. Lempengan tembaga itu kemudian dikaitkan atau ditempelkan di ujung sebilah potongan kayu atau bambu dengan diameter sekitar 1-2 cm dan panjang sekitar 10 cm. Pipa kecil di ujung canting jumlahnya bisa 1, 2, 3, atau empat buah. Jumlah pipa kecil ini tergantung fungsi dan kegunaannya.

Canting dipakai oleh para pembatik tradisional untuk menorehkan cairan malam atau lilin ke kain yang telah diberi pola batik. Goresan-goresan itu bisa berupa garis, blok, atau titik sesuai dengan pola batik. Cara menorehkan canting ke kain pola batik diawali dengan malam atau lilin dimasak dalam wajan kecil. Setelah mendidih, canting dicelupkan ke wajan untuk mengambil cairan tersebut. Kemudian canting diangkat dan ditiup lebih dulu kemudian baru ditorehkan pada kain yang berpola batik. Teknik itu berlaku untuk batik tulis.


Saat ini canting masih bisa ditemukan di berbagai tempat sentra kerajinan batik tulis trasidional. Namun begitu, banyak tempat lain pula yang menyimpan canting, seperti museum misalnya. Canting di tempat ini berfungsi untuk diinformasikan kepada pengunjung museum, antara lain tentang bentuk-bentuk dan fungsi canting. Umumnya yang mengoleksi canting adalah museum batik atau museum yang menyimpan koleksi etnografi. Di Yogyakarta, museum yang menyimpan benda koleksi canting misalnya Museum Batik Kraton Kasultanan Yogyakarta, Museum Batik Yogyakarta, Museum Ullen Sentalu Kaliurang Yogyakarta, Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta, dan Museum Rumah Budaya Tembi. Di samping itu tentu masih banyak tempat lain yang menyimpan canting, misalnya para kolektor batik.

Pada perkembangannya, ternyata canting mengalami modifikasi, yaitu dengan ditemukannya canting batik eletronik. Canting elektronik ini diciptakan oleh mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UGM Yogyakarta. Prinsip kerja canting batik elektronik ini membantu memperlancar proses membantik yang sebelumnya jika menggunakan canting tradisional memakan waktu lama dan terlalu repot. Canting eletronik ini menggunakan tambahan power suply yang berfungsi untuk menyeting pemanas suhu. Pada canting eletronik ini, kata si pencipta, pembatik tidak usah lagi merebus dan meniup malam atau lilin, sebaliknya hanya memilih suhu pemanas yang sesuai, misalnya 70 derajat celcius. Dan keistimewannya lagi, dengan menggunakan canting elektronik ini, pembatik saat membatik bisa leluasa terus-menerus tanpa terputus-putus.


Sumber gambar dan artikel:http://www.tembi.org/ensiklopedi/20090120/index.htm

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...