April 01, 2011

NAMA SESEORANG (Dalam khazanah Budaya Jawa)

Berbicara tentang nama orang, saya (Jogjaicon) sangat tidak peduli, apalagi meyakini ungkapan yang dilontarkan oleh seorang seniman kaliber dunia, William Shakespeare, “APALAH ARTI SEBUAH NAMA,”. Bagi orang-orang yang lahir dan hidup berkembang di tempat-tempat dengan budaya, tradisi dan adat istiadat yang tinggi, kata-kata pengarang cerita sohor Romeo n Juliet serta Hamlet tersebut pasti bakal dibantah habis-habisan (Silahkan salahkan saya kalau ini tidak benar.Jogjaicon). Dalam khazanah keluhuran budaya, Nama seeorang adalah suatu harapan kehidupan di masa depan selain sebagai pembeda antara orang yang satu dan orang lainnya.


Tertarik untuk membuat postingan tentang arti nama dalam sudut pandang budaya Jawa, saya merepost kembali sebuah artikel blog milik sobat Padeblogan. Tanpa tendensi atau reserve apa-apa, selain berbagi berbagai khazanah kekayaan budaya yang ada dalam kehidupan bangsa Nusantara sejak jaman dahulu kala.

Di Jawa, jenis kelamin pun bisa menginspirasi orang tua dalam memberikan nama kepada anaknya. Untuk yang laki-laki, seperti Kacuk, Kelik, (kon) Thole, Lanang, Nanang, Kecuk, Puthut, Kuncung, Priyo, Bagus, Abdul, Bambang, Joko, Ibnu dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk anak perempuan keluar nama Dewi, Gendhuk, Cempluk, Menik, Menuk, Tiwuk, Dhenok, Putri, Siti, Bawuk, Ajeng, Ayu, Titik, Niken, dan lain-lain.

Peristiwa alam juga bisa digunakan untuk memberikan nama, misalnya Lindhu, Purnama, Gempur, Topan, Lesus, Guruh, Guntur, atau Gludug. Bagi anak perempuan, bisa dikaitkan dengan nama bunga yang semerbak mewangi seperti Sekar, Arum, Yasmin, Mawar, Melati, atau Mayangsari. Bisa juga terinspirasi kepada nama batu mulia, seperti Mutiara atau Permata. Kalau teman Anda bernama Kenes, Ganes atau Ines, nama-nama ini berasal dari lagak dan gaya wanita Jawa.

Di Jawa dikenal nama hari seperti Pon, Wage, Kliwon, Legi, Paing. Nah, ini juga bisa untuk memberikan nama seperti Ponari, Poniyem, Ponidi, Ponirin, Waginem, Wagiyem, Wagiman, Wagiyo, Legimin, Legiman, Leginem, dan sebagainya. Atau bisa juga berdasarkan nama hari, Isnaeni, Slasa, Roby, Khomsun, Jumino, Jumangin, Jumiati, Miske (kebalikan suku kata Kemis), Seti, Setu, Minggoes, Akhid, Ahad, dan masih banyak lainnya.

Tokoh wayang juga sering jadi nama seperti Bayu, Punto, Palguna, Indrajit, Rama, Broto, Brahma, kalau anak perempuan akan dinamai Srikandi, Supraba, Arimbi dan sebagainya. Tempat lahir kadang memberikan inspirasi juga, seperti Samudra, Angkasa, Irianto (lahir di Irian/Papua.Jogjaicon), Indiani (lahir di India), Viquentina (Lahir di Viqueque Timor Timur dulu) atau Rimbawan (lahir di hutan?).

Orang tua Jawa mengharapkan anaknya sekuat dan sehebat tokoh-tokoh masa lalu, dengan memberikan nama Hayam Wuruk, Mahesa Jenar, Karebet, Gajah Mada dan lain-lain. Nama yang mengandung harapan nasib baik seperti Sugih Arto, Slameto, Bibit Waluyo, Mujiono, Pamuji Rahayu, dan sebagainya. Atau yang mengandung harapan fisik kuat, seperti Kuwat, Prakosa, Bima, Bambang, Kuncuro, Kukuh, Puguh, Prabowo atau Sembodo.

Untuk membedakan nama, orang Jawa memberikan akhiran o, a, man, no, dan wan untuk laki-laki, dan i, wati, ni, ah, yem, nah, tun, atau sih untuk perempuannya. Misalnya Wagino – Waginem/nah, Maryoto – Maryati/tun, Daliman – Dalinah/yah/yem, Tugiman – Tuginem. Tambahan untuk yang perempuan seperti Sulisih, Parmiatun, Sulistyaningsih, dan sebagainya. Tapi ada juga akhiran wati dan ni, digunakan untuk nama seorang laki-laki seperti Sukowati dan Sukarni.

Bagaimana dengan nama Anda?


Repost intisari Artikel dari: PadeblogaN


Postingan untuk ’Harimau kecilku:
Muhammad Lindhu Mataram (’AttaR)
(Lahir tahun 2006 bulan Mei saat terjadi gempa bumi besar di sebagian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa tengah)

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...