(Satuan Marinir AS bertahan mati-matian menghadapi serangan gagah berani dari Vietcong dan Tentara Vietnam Utara/NVA di kota tua Huey dalam SERANGAN UMUM TET VIETNAM-1968)
Setiap kali TAHUN BARU IMLEK (GONG XI FA CAI), Dunia terutama rakyat Amerika Serikat akan teringat kembali kepada Offensif Tet (Tahun Baru Imlek di Vietnam) tahun 1968 yang dilancarkan tentara Vietnam dengan kebangkitan rakyat Vietnam Selatan Komentar surat kabar AS atas serangan itu antara lain : The bold, massive Vietnam attacks yesterday on Saigon, eight provincial capitals and 30 or 40 lesser towns were a shocker. Jiwa dan semangat nasional rakyat Viet Nam yang diwadahi gerilyawan Viet Cong (VC/Charlie), membuka mata dunia internasional.. bahwa harga diri suatu bangsa tidak dapat dibunuh hanya dengan persenjataan mutakhir dan materi tak terbatas!!!
Serangan ke Saigon bahkan berhasil menduduki kedutaan besar AS dan baru setelah pertempuran selama 6 jam penyerang dapat dipukul mundur.
Offensif Tet dapat dianggap sebagai permulaan runtuhnya intervensi AS di Vietnam yang telah dimulainya sejak tahun 1950-an. Ketika Perancis pada tahun 1945 datang di Vietnam untuk menjajah kembali dan meniadakan kemerdekaan bangsa Vietnam yang diproklamasikan oleh Ho Chi Minh di Hanoi pada 2 September 1945, AS sudah mulai membantu Perancis. Apalagi setelah Perancis makin tidak mampu mengalahkan perlawanan rakyat dan tentara Vietnam, dan sebaliknya malah dikalahkan secara menentukan dalam pertempuran Dien Bien Phu pada tahun 1954, AS makin keras sikapnya. Perundingan Jenewa tahun 1954 memutuskan adanya Republik Demokrasi Vietnam (RDV) di Vietnam sebelah utara garis parallel 17 dan negara Vietnam Selatan ciptaan Perancis di bawah pimpinan Bao Dai di selatan garis parallel itu. Sedangkan Perancis selesai perannya secara resmi.
Melihat perkembangan itu AS makin langsung mempengaruhi Vietnam dengan memberi bantuan kepada Vietnam Selatan. Dipasangnya Ngo Dinh Diem menggantikan Bao Dai dan membentuk Republik Vietnam (RVN). Mula-mula peran AS secara militer terbatas pada bantuan dana, peralatan dan penasehat. Akan tetapi melihat ketidakmampuan tentara RVN menghadapi gerilya Vietcong, maka pada tahun 1965 AS secara besar-besaran masuk dengan kekuatan militer yang akhirnya mencapai 500.000 orang. Namun sekalipun masuk dengan kekuatan sebesar itu, disertai persenjataan canggih, termasuk pemboman Vietnam Utara dan daerah-daerah gerilya Vietnam Selatan dengan pesawat B-52, AS tidak mampu mengatasi kekuatan perlawanan tentara dan rakyat Vietnam. Ditambah lagi dengan kekejaman dan ketidakadilan pemerintah RVN, menjadikan makin banyak orang Vietnam Selatan mendukung NLF dan Vietcong, termasuk kaum cendekiawan di Saigon yang sebenarnya tidak suka kaum komunis.
Pada tahun 1967 pimpinan RDV di Hanoi melihat bahwa sudah saatnya perlawanan gerilya disertai serangan konvensional terbuka untuk memperoleh dampak politik lebih besar. Strategi Perang Rakyat selalu berusaha merebut dukungan rakyat, baik rakyat pihak sendiri untuk makin kuat melakukan perlawanan, tetapi juga rakyat pihak musuh untuk makin mengurangi usaha dan kekuatan militer musuh sampai titik paling rendah, sehingga dapat dihancurkan. Perlawanan gerilya yang efektif sudah menimbulkan kegusaran rakyat AS. Makin banyak rakyat AS mencela pengiriman pasukan militer ke Vietnam, sehingga juga mempengaruhi Kongres AS yang berkuasa. Sekarang dianggap perlu ada serangan konvensional terbuka untuk makin menyadarkan rakyat dan Kongres AS bahwa militer AS telah gagal di Vietnam, sehingga tidak ada gunanya intervensi diteruskan. Kalau Vietnam sanggup melakukan serangan besar-besaran, baik gerilya maupun terbuka, maka itu merupakan bukti nyata bahwa penugasan lebih dari 500.000 pasukan AS dan penggunaan lebih dari 8 juta bom udara tidak ada dampaknya sama sekali. Itulah dasar pikiran sehingga dilakukan Offensif Tet 1968.
Pada tanggal 30 Januari 1968 bergeraklah tentara dan rakyat Vietnam melaksanakan Offensif Tet yang akan tersohor sepanjang masa, tidak kalah dari pertempuran Dien Bien Phu. Serangan terjadi di mana-mana, menimbulkan banyak kekacauan pada pihak AS dan antek-anteknya. Apalagi serangan berhasil menduduki kedutaan besar AS di Saigon sehingga pengaruhnya terhadap pimpinan pemerintah AS dan rakyatnya amat dramatis.
Setelah pasukan AS dapat mengkonsolidasi kekuatan dan pasukan penyerang mundur, keluar pernyataan pimpinan militer AS bahwa telah dicapai kemenangan besar oleh tentara AS karena dapat menimbulkan korban banyak sekali pada penyerang Vietnam. Diserukan bahwa Offensif Tet gagal dan yang menang adalah pihak AS.
Akan tetapi itu menunjukkan pandangan strategi konvensional yang semata-mata menggunakan ukuran militer belaka dan tidak memahami hakikat Perang Rakyat. Memang pihak Vietnam harus berkorban banyak, tetapi hasilnya juga melimpah pada bidang politik yang bersifat menentukan jalannya perang selanjutnya.
Di AS makin kuat pendapat bahwa sudah waktunya meninggalkan Vietnam karena lebih banyak rugi dari untungnya. Reputasi AS di dunia amat turun karena dianggap tidak mampu mengatasi bangsa kecil yang kurang maju. Belum lagi para orang tua AS tidak rela melihat puteranya mati atau cacad untuk usaha yang bukan kepentingan rakyat AS. (Ini semua nanti mengarah kepada pelaksanaan perundingan di Paris antara AS yang diwakili Henry Kissinger dan Vietnam diwakili Le Duc Tho)
Di Vietnam Selatan rakyat makin yakin bahwa akan menang dan mereka yang tadinya maju-mundur sikapnya terhadap perjuangan bangsanya, makin positif sikapnya memihak perjuangan. Makin banyak kaum cendekiawan Saigon bergabung dengan PRG atau Pemerintah Revolusioner Sementara di luar kota. AS dan RVN makin terisolasi dan semangat serta moril tentara RVN makin habis. Tidak sedikit mereka yang titip nyawa dengan mengirimkan senjata, mesiu dan peralatan ke gunung.
Maka masa setelah Offensif Tet 1968 adalah masa menurunnya dan kemudian habisnya peran AS. Pada perundingan di Paris akhirnya disetujui untuk penghentian perlawanan dan keluarnya tentara AS dari Vietnam, tanpa keharusan bagi tentara RDV untuk pulang ke Vietnam Utara. Ketika pada tahun 1973 tentara AS meninggalkan Vietnam, RVN ditinggalkan sendiri dengan janji akan terus ada bantuan udara dan perlengkapan. Akan tetapi kondisi masyarakat AS dan suasana Kongres AS tidak mungkin mendukung janji itu. Tidak mengherankan bahwa dalam 2 tahun kemudian seluruh sisa kekuasaan AS habis disapu rakyat Vietnam yang mau merdeka. Maka pada 30 April 1975 serangan tentara Vietnam di bawah pimpinan jenderal Van Tien Dung bergerak masuk Saigon dan pemerintah RVN bertekuk lutut tanpa syarat. Berakhirlah intervensi AS yang telah menimbulkan begitu banyak penderitaan rakyat Vietnam dan rakyatnya sendiri.
("Oleh-oleh" dari 'LIK IWAN, cah Kota Gede 55172)
*******
No comments:
Post a Comment